2015/12/27

Legenda Bukit Tangkiling dan Batu Banama

Legenda Bukit Tangkiling dan Batu Banama

Masa libur telah tiba, kesempatan ini penulis gunakan untuk refreshing, jalan-jalan ke objek wisata yang berada tidak terlalu jauh dari kota Palangka Raya, yaitu Bukit Tangkiling. Bukit Tangkiling berjarak lebih kurang 34 km dari Kota Palangka Raya. Tempat ini biasanya ramai dihari-hari libur karena banyak orang yang berekreasi ke tempat ini, di Bukit Tangkiling terdapat sebuah batu yang berbentuk seperti perahu, konon ceritanya pada dahulu kala batu tersebut adalah sebuah banama (bahtera) yang berubah menjadi batu.

Jalan ceritanya mirip dengan kisah Sangkuriang, cerita tentang seorang jejaka Sunda yang berniat menikahi ibunya sendiri, yaitu Dayang Sumbi. Demikian halnya Legenda Bukit Tangkiling dan Batu Banama, legenda ini menceritakan tentang seorang pemuda Dayak yang tanpa sadar menikahi ibunya sendiri. Peristiwa ini dikutuk Dewata, pemuda itu dan enam orang pengawalnya beserta banamanya (bahtera) disambar petir kemudian berubah jadi batu. Sedang sang ibu terkurung hidup-hidup dalam banama yang berubah menjadi batu yang oleh masyarakat sekitar disebut "Batu Banama".

Legenda Bukit Tangkiling dan Batu Banama


Legenda Bukit Tangkiling

Pada zaman dahulu, di sebuah kampung hiduplah seorang ibu yang tinggal bersama anak laki-lakinya. Pada suatu hari, setelah seharian bermain anaknya merasa lapar dan ia pun pulang ke rumah untuk makan.

Saat itu ibunya sedang memasak. Karena tidak sabar, anaknya terus merengek minta makan. Mendengar rengekan anaknya yang semakin menjadi-jadi, akhirnya habislah kesabaran ibunya, dan tanpa sadar saking jengkelnya ibunya memukul kepala anaknya menggunakan "suduk" (sejenis sendok untuk menggoreng) hingga kepalanya berdarah. Mendapat perlakuan "kejam", sang anak pun menangis sedih dan berlari keluar rumah, dia merasa ibunya sudah tidak menyayanginya lagi.

Ibunya pun menyesal dan berusaha mengejar anaknya, tetapi anaknya tetap berlari hingga ke sebuah dermaga. Di dermaga tersebut ada sebuah kapal dari negeri Cina yang sedang singgah untuk menjual keramik di kampung itu. Anak itu pun lalu berlari memasuki kapal dan bersembunyi di bawah geladak kapal tersebut. Sedangkan ibunya terus mencari anaknya hingga ke penjuru kampung, namun tetap tidak menemukannya.

Sementara di atas kapal, setelah bongkar muat di dermaga selesai, maka kapal pun menaikkan sauh dan kembali berlayar ke negeri Cina. Di tengah perjalanan, si anak tadi ditemukan oleh kapten kapal yang juga saudagar kaya, kemudian ditanyai mengapa bisa berada di situ. Dengan polosnya si anak bercerita bahwa ibunya memukul kepalanya dan menganggap sudah tidak sayang lagi terhadap dirinya. Karena mareasa iba, saudagar itu mengajaknya naik ke atas lalu merawat lukanya hingga sembuh. Karena saudagar tadi tidak memiliki keturunan, maka anak itu pun diangkat menjadi anaknya dan diberi nama "Tan Kin Lin".

Sejak kepergian anaknya, sang ibu yang sudah tidak bersuami ini kembali masuk "Kuwu" atau "Bakuwu" (menjalani proses pingitan). Karena itulah maka dalam berbagai versi legenda Bukit Tangkiling terkadang menyebut si ibu tadi dengan sebutan Bawi Kuwu (Perempuan Pingitan).

Tak terasa tahun demi tahun telah berlalu, anak kecil dari pedalaman suku Dayak Ngaju yang mendapat marga Tan dari ayah angkatnya seorang saudagar Cina, akhirnya tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah dan tampan. Sekian lama bekerja di negeri Cina dan ia menjadi kepercayaan sang saudagar, Tan Kin Lin pun mengajukan diri untuk berlayar dan berdagang dari pulau ke pulau mengarungi lautan dan samudra, hingga suatu ketika tanpa disadari Tan Kin Lin pun singgah di kampung tempatnya berasal.

Saat mereka singgah ke kampung tersebut, datanglah seorang wanita cantik yang oleh orang-orang kampung dipanggil dengan sebutan Bawi Kuwu, membawa barang-barang untuk dibarter dengan barang-barang dagangan Tan Kin Lin dari negeri Cina. Tan Kin Lin terpesona melihat kecantikan wanita tadi, ia pun langsung jatuh cinta pada wanita itu dan dengan segera ia pun melamarnya, wanita itu pun menerima lamarannya namun ia mengakui bahwa ia bukan gadis dan ia pernah menikah sebelumnya. Bagi Tan Kin Lin hal ini bukanlah masalah maka ia tetap pada pendiriannya untuk menikahi wanita yang bergelar Bawi Kuwu tersebut.

Singkat cerita, sesudah melangsungkan pesta pernikahan besar-besaran, Tan Kin Lin tidak segera berangkat berlayar namun memutuskan untuk berbulan madu dahulu di atas banamanya yang berlabuh di pelabuhan kampung. Saat sedang bermesraan di atas banama, Tan Kin Lin yang berambut panjang meminta isterinya mencari kutu di kepalanya. Saat rambut Tan Kin Lin terurai tersingkaplah bekas luka di kepalanya, Bawi Kuwu pun terkejut melihat bekas luka itu lalu menanyakan asal-usul bekas luka tersebut.

Tan Kin Lin pun menceritakan bagaimana ia menadapat bekas luka itu dan kisah perjalanan hidupnya hingga menjadi anak angkat saudagar Cina. Maka terkejutlah Bawi Kuwu, lalu pingsan setelah berkata bahwa Tan Kin Lin adalah anak kandungnya. Setelah peristiwa itu, Tan Kin Lin lari masuk hutan, sementara Bawi Kuwu yang ternyata ibu kandungnya sendiri tidak berani turun dari banama karena malu kepada warga kampung.

Untuk menebus secara adat pelanggaran pali (tabu) yang telah dilakukan, Tan Kin Lin masuk ke hutan untuk berburu babi hutan dan kijang yang akan dijadikan hewan kurban untuk penebusan kesalahannya. Setelah berhasil membawa pulang buruan, Tan Kin Lin mengumpulkan seluruh warga kampung menghadiri pesta penebusan dosa tabunya.

Tiba-tiba, di saat pesta sedang berlangsung Raja Pali (Dewa Kilat) atas perintah Raja Tuntung Matanandau (Dewa tertinggi) mengirimkan kilat/petir untuk menghukum Tan Kin Lin atas pelanggaran pali. Tan Kin Lin bersama keenam pengawalnya basaluh (berubah) menjadi batu. Begitu pula banama yang berlabuh di pelabuhan kampung berubah menjadi batu sementara Bawi Kuwu terkurung hidup-hidup di dalam batu yang kemudian dikenal dengan nama Batu Banama. Oleh masyarakat sekitar bukit tempat dimana Batu Banama itu berada disebut Bukit Tangkiling (pengaruh dialek masyarakat setempat dalam membunyikan kata tan kin lin berubah menjadi tangkiling)

Kisah Bawi Kuwu

Ternyata legenda Bawi Kuwu yang cantik jelita terkurung dalam Batu Banama belum berakhir. Konon dikisahkan sejak dahulu Bawi Kuwu punya keahlian menjahit pakaian. Bagi orang-orang yang percaya hal gaib akan memasukkan kain dalam salah satu celah di sisi samping Batu Banama, kemudian secara ajaib pakaian yang sudah terjahit akan keluar dari celah tersebut.

Namun suatu ketika, ada orang Bakumpai (suku Dayak Bakumpai) yang penasaran ingin melihat Bawi Kuwu yang kabarnya cantik dan pintar menjahit itu. Dipancingnya Bawi Kuwu dengan sepotong kain untuk mengeluarkan tangannya dari celah itu. Begitu tangan Bawi Kuwu terjulur dari celah, disambarnya tangan perempuan itu.

Namun Bawi Kuwu tetap juga tak dapat diseret ke luar. Saking jengkelnya, orang Bakumpai tadi menghunus parangnya, dan memancung tangan Bawi Kuwu. Sejak saat itu, celah itu tertutup, dan Bawi Kuwu yang sudah buntung tangannya itu tak lagi mau melayani jahitan pakaian seperti semula.


Pengamatan penulis, suasana di Batu Banama memang penuh aura "mistis", hal ini makin diperkuat dengan berdirinya beberapa "Pasah Patahu" atau rumah-rumahan kecil tempat meletakan sesajen berupa makanan, minuman atau rokok, yang dibangun di sekitar Batu Banama.

Legenda Bukit Tangkiling dan Batu Banama

Ketika penulis masih kanak-kanak, pernah ada cerita serombongan remaja yang berwisata di sekitar Batu Banama tiba-tiba menjadi heboh dan panik karena beberapa orang temannya yang mendadak kesurupan, ternyata mereka telah berbuat "usil" mengambil makanan dari Pasah Patahu yang berada di sekitar Batu tersebut sambil bergurau/bercanda menantang "mereka yang tidak terlihat". Konon menurut cerita dari mulut ke mulut, beberapa di antara mereka harus dirawat di rumah sakit jiwa di Kayu Tangi, Banjarmasin akibat ulahnya tersebut.

Sumber :

loading...
loading...
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments