Patih Gumantar adalah pemimpin Kerajaan Mempawah berkedudukan di dekat pegunungan Sidiniang, Sangking, Mempawah Hulu yang berdiri kira-kira tahun 1340 Masehi. Dikisahkan, Patih Gumantar punya hubungan erat dengan Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit dalam rangka mempersatukan negeri-negeri di nusantara di bawah naungan Majapahit. Patih Gumantar dan Gajah Mada konon pernah bersama-sama ke Muang Thai (Thailand) untuk membendung serangan Khubilai Khan dari Kekaisaran Mongol. Bukti hubungan antara Kerajaan Sidiniang dengan Kerajaan Majapahit adalah adanya keris yang dihadiahkan kepada Patih Gumantar. Keris ini masih disimpan di Hulu Mempawah dan oleh warga setempat keris pusaka ini disebut sebagai "Keris Susuhunan".
Patih Gumantar dikenal sebagai raja yang berjaya dan sangat kaya raya, sehingga banyak juga yang ingin merebut kekayaan ini. Di dalam kisah yang dituliskan didalam buku J.U. Lontaan (1975), disebutkan bahwa pasukan dari kerajaan "MIAJU" nekad menyerangnya dengan kekuatan yang besar sehingga mengalahkan kerajaan Patih Gumantar dan berhasil "mengayau" kepala Patih Gumantar kemudian dibawa oleh pasukan MIAJU ini pulang ke kerajaannya. Tengkorak kepala Patih Gumantar diyakini memiliki khasiat yang luar biasa bagi kerajaan MIAJU ini sehingga kepala ini jaga dengan ketat dan disimpan di dalam sebuah tajau / balanga disebut TAJAU TARUS.
Pertanyaan yang muncul adalah siapakah yang dimaksud dengan MIAJU ini? Berdasarkan kesamaan "fonetik" diyakini bahwa MIAJU adalah BIAJU. Namun terdapat perbedaan pendapat dalam mendefinisikan BIAJU, yaitu :
Argumen Biaju adalah Bidayuh
Argumen ini berkeyakinan bahwa Biaju adalah "Bidayuh" tepatnya orang Sungkung. Pendapat ini didasarkan pada kesamaan awalan kata "Bi" pada Biaju dan "Bi" pada Bidayuh. Pendapat ini juga didukung letaknya yang secara geografis lebih dekat dengan kerajaan Mempawah, sehingga sangat masuk akal Biaju adalah Bidayuh.Pendapat yang menyebutkan Biaju adalah Bidayuh dapat dilihat pada artikel-artikel yang membahas topik "BANGKULE RAJAKNG" (bisa dicari di Google dengan keyword = bakule rajakng), sebagaimana cuplikan artikel di bawah ini :
"Pada masa pemerintahan seorang penguasa yang diperkenalkan dengan nama Patih Gumantar, Kerajaan Bangkule Rajakng (Sidiniang) ini berada dalam suasana kejayaan. Sehingga kerajaan lain, khususnya kerajaan tetangganya bermaksud merebutnya, khususnya oleh Kerajaan Biaju (Bidayuh) di Sungkung. Maka terjadilah peperangan kayau (memenggal kepala manusia, head hunting). Meskipun Patih Gumantar dikenal sangat gagah dan sebagai seorang pemberani, namun dengan adanya serangan mendadak, akhirnya Patih Gumantar kalah. Bahkan, kepalanya sendiri terkayau (dipenggal) oleh orang-orang Suku (Dayak) Bidayuh (Biaju). Maka, sejak kematiannya itu, dengan sendirinya Kerajaan Bangkule Rajankng mengalami kehancuran. Dan hilang dari peredarannya." (http://stefanusteddy.blogspot.co.id/2010/07/bangkule-rajakng-patih-gumantar.html, http://www.kalbariana.web.id/bangkule-rajakng/)
"Patih Gumantar lantas membangun istana di situ. Istana itu diberinama diberi nama Sebukit Rama, yang artinya bukit raya, jaya, agung dan mulia. Sayang, Patih Gumantar terbunuh saat perang kayau mengayau (memenggal kepala manusia, red) dengan Suku Bidayuh (Biaju) di dekat Sungkung kawasan Serawak, tapi jasadnya di makamkan di Sebukit Rama." (http://ekorisanto.blogspot.co.id/2009/08/makam-opu-daeng-manambon.html)
"Tertarik, Patih Gumantar kemudian membangun istana di atasnya yang kemudian diberi nama Sebukit Rama, artinya bukit raya, jaya, agung dan mulia. Sayang, Patih Gumantar terbunuh saat perang kayau mengayau (memenggal kepala manusia, red) dengan Suku Bidayuh (Biaju) di dekat Sungkung kawasan Serawak, tapi makamnya tetap di Sebukit Rama." (http://daengmoekthy.blogspot.co.id/2013/01/menguak-misteri-sebukit-rama.html)
Argumen Biaju adalah Dayak Ngaju
Orang Dayak Ngaju yang kita kenal sekarang, dalam literatur-literatur pada masa-masa awal disebut Biaju. Dalam Hikayat Banjar, yang ditulis pada masa-masa awal kesultanan Islam Banjarmasin menggunakan kata "BIAJU" untuk menyebut sekelompok masyarakat, sungai, wilayah dan pola hidup (Ras 1968: 336).Terminologi Biaju ini berasal dari bahasa orang Bakumpai yang secara ontologis merupakan bentuk kolokial dari "BI" dan "AJU", yang artinya "dari hulu" atau "dari udik". Karena itu, di wilayah aliran sungai Barito, dimana banyak orang Bakumpai, orang Dayak Ngaju disebut dengan Biaju (lihat Schärer 1963: 1), yang artinya orang yang berdiam di dan dari bagian hulu sungai (Riwut 1958: 208).
Terbunuhnya Patih Gumantar terjadi pada abad ke-14, dimana baik dalam literatur-literatur ataupun penuturan lisan pada masa itu kata BIAJU sudah dikenal untuk menyebutkan suatu rumpun Dayak Besar yang menempati Sungai Kahayan, Kapuas, Katingan, Mentaya yang kemudian dikenal sebagai suku Dayak Ngaju.
Dalam cerita yang dituliskan oleh J.U Lontaan, MIAJU ini merupakan sebuah kerajaan kecil dan disebutkan juga bermukim di "Pulau Miaju". Itu artinya MIAJU berada di kawasan yang jauh dari kerajaan Mempawah, maka besar kemungkinan yang dimaksud adalah Kerajaan Kuta Bataguh yang berada di Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah saat ini. Menurut Ras, Pulau Petak (wilayah Kerajaan Kuta Bataguh) yang merupakan tempat tinggal orang Ngaju disebut BIAJU (Ras 1968: 408, 449).
Memperhatikan kedua argumen di atas dapat disimpulkan bahwa "besar kemungkinannya" yang dimaksud sebagai MIAJU atau BIAJU adalah orang Dayak Ngaju dari Kerajaan Kuta Bataguh di Tanjung Pamatang Sawang Pulau Kupang. Kesimpulan ini tidak mutlak, bisa saja faktanya berbeda karena keterbatasan sumber dan literatur yang menyatakan Biaju adalah Bidayuh.
Tulisan ini dibuat semata-mata untuk menghilangkan kerancuan dalam penggunaan kata BIAJU, tanpa bermaksud untuk memunculkan opini bahwa ada argumen yang benar dan argumen yang salah.
Pembahasan ini sebelumnya sudah pernah dimuat di blog Folks Of Dayak, di sini penulis hanya mengulas kembali dan sekedar "menimpali" dengan beberapa informasi tambahan dalam "format" dan "kemasan" infoitah.com.
Sumber :
loading...
loading...