2016/05/08

Kisah Bandar dan Sumbu Kurung

Kisah Bandar dan Sumbu Kurung

Pada jaman dahulu tersebutlah sebuah kampung yang bernama Tanjung Bereng Kalingu yang dikepalai oleh seorang Dambung. Kampung itu  berada di tepi sungai Kahayan.

Pada buku yang menjadi referensi kisah ini menyebutkan bahwa Tanjung Bereng Kalingu sekarang bernama desa Garung, namun jika memperhatikan data desa yang ada di Kabupaten Pulang Pisau, dari sembilan puluh satu desa definitif dan satu desa persiapan terdapat satu nama yang mirip dengan nama kampung pada kisah ini, yaitu Kelurahan Bereng Kalingu. (Update@10-05-2016)

Di bawah pimpinan Dambung pada masa itu kampung Tanjung Bereng Kalingu terkenal sebagai kampung yang maju. Masyarakatnya sudah majemuk dalam hal keyakinan namun tetap bersatu dalam kerukunan, hidup sejahtera dan berkecukupan.

Pada suatu hari, Dambung yang hingga saat itu belum memiliki keturunan mengadakan pesta untuk memohon kepada Yang Maha Kuasa agar dianugrahi anak melalui perantaraan Jatta Nyai Kambang yang tinggal di pulau Linggang Goyang. Bermacam jenis sesajen dipersembahkan, begitu juga persembahan lainnya berupa kerbau berekor emas dan bangunan beratap ringgit.

Permohonan Dambung akhirnya dikabulkan, isteri Dambung akhirnya mengandung dan kemudian melahirkan seorang puteri yang diberi nama "Sumbu Kurung Putok Bulau Marisau Hampatung Intan Anak Nakan". Sebagai wujud rasa syukur Dambung kemudian mengadakan pesta besar selama tujuh hari tujuh malam, dengan mengundang seluruh kampung yang ada di sekitar kampung Tanjung Bereng Kalingu.

Belasan tahun berlalu, Sumbu Kurung Putok Bulau Marisau Hampatung Intan Anak Nakan yang sehari-hari dipanggil Sumbu Kurung pun tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang sangat cantik parasnya. Berita kecantikannya tersiar kemana-mana, oleh karenanya banyak para bangsawan yang kaya-raya datang untuk melamar Sumbu Kurung, diantaranya : Tunggal Runjang dari Benteng Kahayan, Tunggal Mambu dari Upon Batu, Tunggal Rasau dari Bukit Kaminting dan Tunggal Iman dari Batu Mapan.

Tidak tanggung-tanggung, para bangsawan ini datang dengan membawa harta kekayaan yang melimpah untuk dipersembahkan kepada Sumbu Kurung sebagai mas kawin. Namun semua lamaran itu ditolak oleh Sumbu Kurung dengan alasan ia belum siap berumah tangga. Bujuk rayu ayahnya Dambung dan ibunya tidak dapat mengubah pendirian Sumbu Kurung, ia tetap menolak semua lamaran yang datang, sehingga para bangsawan ini pun pulang dengan perasaan kecewa.

Tidak lama berselang datanglah Raja Ginjal Tanah Betawi dengan menggunakan sebuah kapal yang sangat besar dan megah bermuatan bermacam barang berharga dari Tanah Laut. Tujuannya adalah untuk meminang Sumbu Kurung bagi Putera Mahkotanya. Namun lagi-lagi lamaran ditolak dengan alasan yang sama.

Dambung menjadi sangat bingung dengan keputusan puterinya Sumbu Kurung, jangankan para bangsawan lokal, putera mahkota seorang raja pun ditolak lamarannya. Hal itu membuatnya malu, frustasi dan marah, lalu timbullah niatnya untuk mengasingkan Sumbu Kurung ke sebuah tempat terpencil yaitu Danau Layang. Untuk melaksanakan niatnya, Dambung kemudian mendirikan sebuah pondok di Danau Layang sebagai tempat Sumbu Kurung tinggal.

Setelah pondok dan perbekalan untuk bertahan hidup siap, Dambung lalu mengantar Sumbu Kurung ke Danau Layang untuk menjalani pengasingan. Walau hatinya sedih, Sumbu Kurung menerima kenyataan itu dengan tabah dan tenang.

Sejak saat itu tinggallah Sumbu Kurung seorang diri di tengah rimba belantara di tepi Danau Layang itu. Dalam menjalani pengasingan Sumbu Kurung merubah penampilannya dan identitasnya menjadi seorang laki-laki dan mengganti namanya menjadi Tunggal Hanjungan.

Keseharian Sumbu Kurung yang menyamar sebagai laki-laki bernama Tunggal Hanjungan pun tidak berbeda dengan keseharian para lelaki Dayak Ngaju pada umumnya. Ia mampu bekerja berat membuka ladang dan berkebun serta terampil berburu di hutan. Tidak seorangpun yang tahu bahwa Tunggal Hanjungan sebenarnya seorang puteri bangsawan dari Tanjung Bereng Kalingu yang termasyur.

Hingga pada suatu hari ada seorang pemuda yang gagah perkasa bernama Bandar dari kampung Luwuk Dalam Betawi - sekarang bernama Desa Buntoi (Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah) - yang datang ke sekitar Danau Layang untuk berburu. Bandar adalah putera dari Tamanggung Kepala Luwuk Dalam Betawi yang terkenal memiliki kegemaran berburu. Tidak jarang selama berhari-hari Bandar tinggal di hutan untuk berburu.

Bandar sangat heran melihat ada sebuah pondok di tepi Danau Layang yang sepi, lalu ia memutuskan untuk singgah di pondok itu. Kedatangan Bandar disambut baik oleh Tunggal Hanjungan dan mempersilakannya beristirahat di dalam pondok.

Mereka pun saling berbagi pengalaman dalam berburu, hal itu membuat mereka semakin akrab satu sama lainnya. Setelah beberapa hari tinggal di pondok sahabat barunya, Bandar memutuskan untuk pulang dan berjanji akan selalu mengunjungi Tunggal Hanjungan jika ada kesempatan.

Demikianlah selanjutnya setiap kali Bandar pergi berburu maka ia akan menyempatkan diri untuk mampir dan menginap di pondok Tunggal Hanjungan. Karena begitu seringnya Bandar menginap di pondok Tunggal Hanjungan, maka mulai tahulah Bandar bahwa Tunggal Hanjungan ternyata seorang gadis yang cantik, namun ia mendiamkan hal itu dan tetap menghormati Tunggal Hanjungan sebagai sahabatnya.

Adapun ayah Bandar, Tamanggung Merata Pati yang merupakan kepala kampung Luwuk Dalam Betawi mulai risau melihat kebiasaan Bandar yang setiap hari pergi berburu. Ia berkeinginan agar Bandar mulai mempersiapkan diri sebagai penggantinya kelak dan mengurangi kegemarannya berburu. Untuk itu ia bermaksud mengawinkan Bandar dengan seorang gadis yang bernama Sumbu Kurung Pure-Pure Pandang Kilat Intan Kundum Pancar.

Lamaran pun dilakukan oleh Tamanggung Merata Pati bagi puteranya Bandar. Dan orang tua Sumbu Kurung Pure-Pure Pandang Kilat Intan Kundum Pancar pun menerima lamaran tersebut. Maka ditentukanlah hari perkawinan yang akan dilaksanakan secara besar-besaran.

Pada hari yang telah ditetapkan, perkawinan Bandar pun dilaksanakan. Seluruh warga bergembira menyaksikan dan memeriahkan pesta perkawinan itu. Namun, perkawinan yang harusnya merupakan peristiwa bahagia bagi Bandar dan isterinya tidaklah berlaku bagi Bandar. Setelah acara perkawinan selesai Bandar tidak tidur bersama isterinya, karena sesungguhnya Bandar tidak mencintai perempuan pilihan ayahnya itu.

Pernikahan itu ternyata tidak bisa menghentikan kebiasaan Bandar untuk pergi berburu. Setelah lewat masa "pali" pengantin, Bandar kembali melakukan kebiasaannya pergi berburu dan mengunjungi sahabatnya Tunggal Hanjungan di Danau Layang.

Bandar tidak dapat memungkiri kata hatinya bahwa sebenarnya ia telah jatuh cinta kepada Tunggal Hanjungan sejak mengetahui bahwa Tunggal Hanjungan adalah seorang gadis yang menyamar menjadi laki-laki.

Kemudian pada suatu malam, Dambung Kepala Tanjung Bereng Kalingu bermimpi dijumpai oleh seorang perempuan Pampahilep (makhluk halus berwujud perempuan) yang menyuruhnya menjemput kembali puterinya Sumbu Kurung Putok Bulau Marisau Hampatung Intan Anak Nakan dari Danau Layang dan mengawinkannya dengan seorang laki-laki bernama Bandar dari Luwuk Dalam Betawi.

Keesokan harinya karena khawatir terjadi sesuatu pada puterinya, Dambung Kepala Tanjung Bereng Kalingu segera berangkat menjemput Sumbu Kurung ke Danau Layang. Setibanya di Danau Layang Dambung mendapati puterinya dalam keadaan baik-baik saja ditemani seorang laki-laki yang tidak lain adalah Bandar. Bandar kemudian memperkenalkan diri kepada Dambung dan menyatakan niat untuk mempersunting Tunggal Hanjungan yang baru diketahuinya ternyata bernama Sumbu Kurung Putok Bulau Marisau Hampatung Intan Anak Nakan menjadi isterinya.

Dambung Kepala Tanjung Bereng Kalingu pun setuju, kemudian Bandar dan Sumbu Kurung dibawanya pulang ke Tanjung Bereng Kalingu untuk melangsungkan pesta perkawinan mereka. Demikianlah akhirnya Sumbu Kurung Putok Bulau Marisau Hampatung Intan Anak Nakan menemukan jodohnya, hidup bahagia, saling mecintai bersama suaminya Bandar.


Sumber :
  • Lambertus Elbaar, Achyar Ahmad, Toenika J. Bahen. 1982. "Tunggal Hanjungan". Ceritera Rakyat Daerah Kalimantan Tengah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan - Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. (hal. 49 - 52)
loading...
loading...
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments