2016/04/06

Jalan Tangkiling, Sepotong Impian Sepanjang 34 Kilometer

Jalan aspal itu lurus dan mulus. Tak ada guncangan ketika mobil melaju kencang di atasnya. Di masa kanak-kanak (tahun 80-an), penulis dan mungkin hampir semua warga Palangka Raya di masa itu mengenal jalan tersebut sebagai "Jalan Tangkiling", jalan yang biasa kami lalui jika ingin berwisata ke Bukit Tangkiling atau sekedar berkunjung ke kebun yang berada di area Taman Alam Bukit Tangkiling. Konon jalan yang kini bernama Jalan Tjilik Riwut ini adalah jalan dengan konstruksi terbaik se-Indonesia.

Tetapi, Gardea Samsudin (70) mengenangnya sebagai " Jalan Rusia ". Samsudin, lelaki asal Bandung Jawa Barat ini adalah satu dari sedikit saksi yang tersisa dari sepotong jalan sepanjang 34 kilometer dengan lebar 6 meter yang di bangun di bawah pengawasan beberapa insinyur dari Rusia (dahulu The Union of Soviet Socialist Republics). Bersama-sama dengan para pekerja lokal warga Dayak, Samsudin para pekerja yang didatangkan dari Jawa bekerja mengikuti instruksi belasan insinyur Rusia. " Saya ikut menyusun batu-batu yang dijadikan pondasi jalan itu, " kata Samsudin yang saat ini tinggal dan menetap di Palangka Raya.

Tidak mudah mencari saksi lain pembangunan Jalan Rusia yang bersedia bicara. Menurut Sabran Achmad (80), tokoh masyarakat Kalimantan Tengah, banyak pekerja yang dulu ikut pembangunan Jalan Rusia menyembunyikan diri. Hal ini berkaitan erat dengan politik Orde Baru yang dulu memberikan stigma hitam pada apapun yang berbau Orde Lama. Sebagaimana diketahui, jalan yang di bangun oleh para insinyur Rusia tersebut dibangun pada masa kepemimpinan Soekarno, yang punya hubungan dekat dengan negara Blok Timur pada tahun 1950 sampai 1960-an. " Jalan itu di bangun menandai pembangunan Kota Palangka Raya. Awalnya, jalan itu hanyalah hutan rimba yang lebat. Pohon-pohonnya sebesar ini, " ujar Sabran sembari melingkarkan kedua lengannya.


Sepotong Impian Sepanjang 34 Kilometer


Pada mulanya adalah ayunan mandau Presiden Soekarno pada seutas tali penahan tiang pancang di sebuah tebing pinggir sungai Kahayan di atas sebuah bukit yang bernama Bukit Jekan, di jantung Kalimantan, 17 Juli 1957. Hujaman tiang kayu ke tanah di atas Bukit Jekan itu menandai pembangunan kota baru yang diimpikan Soekarno. Kota baru ini selanjutnya dinamakan Palangka Raya yang bermakna tempat suci, mulia, serta agung, yang dirancang sebagai ibu kota Indonesia Raya.

Namun, mimpi Soekarno tak pernah jadi kenyataan. Palangka Raya saat ini hanyalah sebuah ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah yang pada malam hari sebagian wilayahnya akan tampak gelap secara bergiliran karena selalu kekurangan pasokan listrik.

Dirancang sebagai ibu kota negara, awalnya Palangka Raya dibangun dengan konsep yang jelas. Ada pengelompokan fungsi bangunan yang memisahkan fungsi pemerintahan, komersial, dan permukiman. Tata kotanya dirancang dengan memadukan transportasi darat dan sungai.

Sepotong jalan itu menjadi saksi kehandalan para insinyur Rusia dalam membangun jalan di daerah yang sangat berbeda kondisinya dengan negara asal mereka. Sabran pun menceritakan bagaimana semua gambut di tapak jalan dikeruk dan dibuang. "Setelah gambut dikeruk, maka terciptalah alur seperti sungai. Kemudian, alur tersebut diisi dengan batu, pasir, dan tanah padat," kata Sabran.


Jalan Tangkiling, Sepotong Impian Sepanjang 34 Kilometer


Pada 17 Desember 1962, proses pembuatan pondasi Jalan Palangka Raya - Tangkiling usai. Selanjutnya tinggal pembuatan drainase, pengerasan, serta pengaspalan. Pekerjaan yang lambat, namun hasilnya sempurna. Sayangnya, pembangunan jalan yang direncanakan sepanjang 175 kilometer melalui Parenggean selanjutnya ke Sampit serta Pangkalan Bun yang menghubungkan Palangka Raya dengan pelabuhan-pelabuhan sungai menuju ke Jawa ini dihentikan awal tahun 1966.

Kala itu jalan yang terbangun baru sepanjang 34 km. Perubahan situasi politik dan pemerintahan pasca peristiwa G-30S/PKI pada 30 September 1965 membuat orang-orang Rusia bergegas meninggalkan Indonesia. Semuanya pekerja proyek menyembunyikan diri lantaran tidak mau disangkutpautkan dengan Rusia juga Partai Komunis Indonesia.

Kisah pembangunan Jalan Rusia berakhir. Semua yang berbau Rusia dihapus, termasuk juga ilmu pembangunan jalan yang diajarkan oleh insinyur mereka di ruas jalan Palangka Raya - Tangkiling.


Dari Rusia Menuju Tangkiling


Mungkin tidak banyak yang mengetahui sosok insinyur wanita Rusia yang ikut merancang konstruksi jalan Tangkiling, dia adalah Lena atau lebih tepatnya nenek Lena. Berikut adalah penggalan kisah yang bisa nenek Lena ceritakan tentang pembangunan jalan Palangka Raya - Tangkiling kepada Nanang S. Fadillah yang mengunjungi kediamannya di pinggiran kota Kyiv, Ukraina.

Lena Muhametrakhimovna Kovalcuk-Khimyuk, lahir di Tatarstan, Rusia tanggal 4 Februari 1929, merupakan saksi hidup pembangunan Jalan Rusia di Tangkiling. Selepas lulus dari universitas Kazan, Rusia tahun 1955, Lena memulai karirnya sebagai insinyur lesomelioratsia (pengairan, kehutanan dan kontruksi) dalam proyek pembangunan jalan di Buryatia dekat perbatasan Mongolia. Di kota ini pula Lena bertemu Alexander Yurievich Kovalcuk-Khimyuk, insinyur konstruksi jalan raya asal Kharkov, Ukraina, yang kemudian menyuntingnya sebagai istri.

Awal tahun 1964 Lena dan suami yang telah berpengalaman membangun jalan di tanah rawa (bolota) Mongolia maupun tempat lain di Uni Soviet, mendapat instruksi dari Kementerian Transportasi dan Pembangunan Uni Soviet untuk mengerjakan proyek pembangunan jalan di Kalimantan. Kemampuan bahasa Inggris suami menjadikannya terpilih mengepalai belasan insinyur, dokter maupun pekerja Soviet lain dalam proyek ini.

Sayangnya, Lena tidak dapat menjelaskan asal muasal, nilai maupun target proyek kerjasama Indonesia - Uni Soviet ini. Bisa dimaklumi karena di era Uni Soviet, adalah tabu menanyakan hal-hal di luar tugas masing-masing. Semua orang hanya menjalankan instruksi Moskow dan tidak perlu bertanya macam-macam.

Konon penulis pernah mendengar cerita jika pembiayaan pembuatan jalan Palangka Raya - Tangkiling tidak dibayar dengan uang melainkan dibayar dengan kayu yang ada di kiri-kanan jalur jalan yang dibangun tersebut, namun karena keterbatasan narasumber, cerita ini belum bisa penulis verifikasi kebenarannya.

Bersama 20 expat Soviet dan keluarga mereka, bulan April tahun 1964 Lena terbang dengan Aeroflot dari Moskow ke Tashkent lalu Karachi, Jakarta dan Banjarmasin. Ini merupakan pengalaman pertamanya terbang ke luar negeri. Dari Banjarmasin mereka meneruskan naik kapal selama 2 hari menuju Palangka Raya.

Tiba di Palangka Raya, tim insinyur Soviet ini langsung dihadapkan masalah yang ditinggalkan tim sebelumnya: jalan rusak, pabrik pengolahan aspal yang belum rampung, serta sekitar 100 kendaraan dan alat berat buatan Soviet teronggok. Tugas pertama tim ini adalah memfungsikan seluruh kendaraan agar tidak menjadi besi tua, membenahi gorodok (areal yang disediakan Pemprov Kalteng berisi 10 rumah bagi pekerja Soviet tinggal), dan mengkoordinasi tugas dengan mitra Indonesia mereka yang dipimpin Ir. D. Mekar Soeria Widjaja serta pekerja setempat.

Kehidupan expat Soviet di pedalaman Kalimantan Tengah yang tanpa TV serta minim listrik ini tergolong mewah, di gorodok mereka punya instalasi listrik sendiri, ada landasan pesawat terbang, setiap minggu menonton film Rusia menggunakan proyektor, serta memiliki 4 juru masak, tukang cuci, tukang kebun warga Indonesia yang siap membantu. Air untuk mandi dikirim dengan truk tangki dan dibuatkan pancuran. Dua minggu sekali pasokan bahan makanan (tepung, kaviar, keju dsb) dikirimkan dari Banjarmasin, terkadang menggunakan helikopter. Untuk menghindari bahaya nyamuk, mereka semua telah divaksinasi dan tidur menggunakan kelambu.

Pengalaman Lena dan suami membangun jalan raya di tanah rawa balota Soviet memudahkan mereka dalam menerapkan teknik pembangunan jalan di atas tanah gambut. Terlebih mengingat proyek ini mempertaruhkan prestise bangsa, insinyur Soviet secara maksimal menerapkan teknik tinggi yang tidak di semua jalan raya di Uni Soviet sekali pun, dipergunakan. Selain jalan raya, para insinyur Soviet juga membangun jembatan serta saluran air di Tangkiling.

Bulan November 1966 para insinyur Soviet diberitahu bahwa mereka harus meninggalkan bumi Kalimantan secepatnya karena terjadinya perubahan politik di Indonesia. Sang suami masih sebulan kemudian bertolak, karena perlu menyelesaikan berbagai hal berkenaan penutupan proyek. Suasana perpisahan begitu mencekam, terutama bagi sang suami yang tinggal belakangan. Situasi berubah drastis, segala sesuatu yang berbau Soviet dan Rusia saat itu memang tidak lagi dianggap sebagai sahabat oleh Indonesia.



Link Video Dokumentasi Pembuatan Jalan Palangka Raya - Tangkiling


Sumber :
loading...
loading...
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

8 comments

Hebat, sejak kanak2 hingga setua ini saya kagum pd kekokohan konstruksi jalan tangkiling. Mulus dan tdk pernah bikin kecewa penggunanya. Berbeda dg jln2 lain yg mulusnya sebentar amburadulnya lama. Akhirnya rasa kagum & penasaran saya terjawab oleh artikel ini. Terima kasih telah menceritakan kembali sejarahnya.

Balas

Trims buat uni soviet yg telah membangun kalteng

Balas

artikel yang bagus.lebih terperinci dari yg pernah saya baca pada artikel lain

Balas

Maturnuwun kepada penulis artikel ini.Saya sangat menghargai sejarah,saya bukan org Dayak dan bukan warga Palangkaraya lagi,tapi saya pernah
menjadi "bagian" warga Palangkaraya.12 tahun di Palangkaraya membuat saya
jatuh cinta dg kota "Cantik" ini.Semasa SMP selalu bertamasya ke Bukit
Tangkiling,sepanjang yg saya ingat jalan
beraspalnya lurus dan begitu
panjang...tidak ada lubang yangbbs menjebak,menikmati alam dg pepohonan
di sepanjang jalan.Semoga generasi mendatang masih bs menikmati jalan panjang penuh sejarah ini.Jalan Tangkiling..

Balas

Semoga para arsitek maupun mahasiswa teknik sipil di Unpar khususnya dapat membuat jalan yang sama kualitasnya.

Balas

saya dari luar daerah Kalimantan dan tinggal di manado, pernah melewati jalan palangkaraya - tangkiling kagum dengan jalan tangkiling mulus tidak ada gelombang, semoga para sarjana teknik sipil dan jalan raya dari universitas palangkaraya dapat membuat trans kalimantan yang lebih baik.....

Balas

pernah baca sebelumnya, tapi artikelnya lebih lengkap. mantap mas.
salam kenal dari saya sesama blogger kalteng. :)

Balas