2016/04/25

Kearifan Lokal Suku Dayak Terhadap Alam

Jauh sebelum munculnya pemikiran mengenai konservasi serta perlindungan alam modern, masyarakat suku Dayak sejak jaman dahulu telah mempraktekan secara turun temurun, apa yang menjadi esensi dari konsep konservasi dengan mencadangkan kawasan hutan di lingkungan huniannya. Alam pikiran Manusia Dayak yang bercirikan sosio religio magis, pada gilirannya melahirkan sikap serta tingkah laku yang religius berbentuk praktik pengelolaan sumber daya hutan secara arif serta bertanggungjawab.

Kearifan Lokal Suku Dayak Terhadap Alam

Implemetasi konservasi dan perlindungan alam oleh masyarakat Suku Dayak dapat ditelusuri melalui penggunaan beragam terminologi seperti Tajahan, Kaleka, Sapan Pahewan, Pukung Himba dan lain-lainnya. Makna terminologi dan relevansinya dengan usaha dan upaya konservasi modern diuraikan sebagai berikut :


Tajahan


Tajahan adalah suatu tempat yang dikeramatkan oleh Suku Dayak terutama yang beragama Kaharingan. Di lokasi tajahan didirikan rumah berukuran kecil untuk tempat menyimpan sesajen sebagai persembahan bagi roh-roh halus yang bersemayam di tempat itu. Rumah kecil itu umumnya dilengkapi dengan patung-patung kecil sebagai simbol atau replika dari anggota keluarga yang telah wafat yang rohnya dipercaya berdiam dalam patung-patung kecil tersebut dan tidak akan mengganggu anggota keluarga yang masih hidup.

Lokasi tajahan pada umumnya berada di kawasan rimba belantara yang masih lebat dan terkesan angker. Di kawasan yang merupakan lokasi Tajahan tersebut ada larangan untuk melakukan berbagai aktifitas manusia seperti menebang pohon, memungut hasil hutan, berburu dan aktifitas lainnya. Pemberlakuan larangan beraktifitas di lokasi Tajahan ini sangat relevan dengan konsep konservasi karena di dalamnya terdapat aspek perlindungan hutan dan keanekaragaman hayatinya.


Kaleka


Kaleka adalah suatu lokasi peninggalan nenek moyang suku Dayak sejak jaman jaman dulu yang umumnya ditandai dengan adanya sisa tiang-tiang bangunan betang/rumah panggung, pohon-pohon besar berusia tua seperti durian, langsat dan sebagainya. Lokasi tersebut biasanya selalu dipelihara dan dilindungi oleh pihak keluarga secara turun temurun sebagai harta warisan yang peruntukan dan pemanfaatannya semata-mata untuk kepentingan bersama. Dari perspektif konservasi ekologis, Kaleka adalah "lumbungnya" Plasma Nuftah versi orang Dayak.


Sepan Pahewan


Sepan Pahewan adalah lokasi sumber mata air asin yang merupakan tempat bagi binatang-binatang hutan seperti rusa, kijang, kancil dan binantang lainnya meminum air asin sebagai sumber mineral. Lokasi Sepan Pahewan adalah tempat perburuan Suku Dayak untuk memenuhi kebutuhan hewani sehingga lokasi tersebut senantiasa dipelihara serta dilindungi. Kearifan lokal suku Dayak dengan melindungi dan memelihara lokasi Sepan Pahewan sangatlah relevan dengan konsepsi perlindungan satwa pada konservasi modern.


Pukung Himba


Pukung Himba merupakan bagian dari kawasan hutan yang difungsikan sebagai tempat untuk memindahkan roh-roh halus (Ganan Himba dalam bahasa Dayak Ngaju) dari daerah/lokasi yang bakal dijadikan sebagai tempat berladang, oleh karena itu lokasi Pukung Himba sengaja tidak ditebang dan dibiarkan sebagai kawasan reservasi.

Para peladang Suku Dayak di Kalimantan Tengah umumnya sangat faham bahwa dalam aktivitas pembukaan ladang, harus menyediakan lokasi Pukung Himba yaitu kawasan hutan yang dicadangkan sebagai tempat bagi roh-roh penunggu hutan yang dipindahkan dari lokasi yang akan dijadikan ladang.

Tanda-tanda daerah yang dijadikan Pukung Himba biasanya berhutan lebat, terdapat pohon-pohon tua dengan diameter vegetasi kayu yang besar-besar, belum banyak terjamah oleh aktivitas manusia serta banyak dihuni oleh satwa liar. Hutan yang berusia tua dengan ukuran kayu besar serta berkesan begitu angker dipercayai sebagai tempat yang disukai roh-roh penunggu hutan untuk tempat bermukim.

Keberadaan dan konsep Pukung Himba dipandang dari perspektif konservasi merupakan usaha pelestarian kawasan hutan beserta dengan keanekaragaman hayati didalamnya.


Falsafah harmonisasi suku Dayak dengan alam, dengan Tuhan Sang Pencipta, dan dengan sesama manusia telah terbangun dan tercermin dalam implementasi kearifan ekologi Tajahan, Kaleka, Sapan Pahewan, Pukung himba dan lain-lainnya. Itulah Kearifan Lokal Suku Dayak Terhadap Alam dengan menjalankan adat dan tradisi sebagai bakti bumi, dan menjaga keseimbangan ekologis yang ada.


Sumber :
loading...
loading...
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments