Beragam sebutan digunakan untuk menyebut rumah adat suku Dayak, salah satu diantaranya adalah Rumah Adat Radakng. Penyebutan Radakng umumnya oleh sub-suku Dayak Kanayatn dan beberapa sub-suku Dayak lainnya di provinsi Kalimantan Barat. Kini rumah adat Radakng lazim kita temui di sejumlah daerah di Kalimantan Barat. Rumah yang asli bisa kita temui di daerah pedalaman, sementara replikanya bisa kita temui di daerah perkotaan.
Replika Rumah Radakng
Secara sekilas, kita tidak bisa membedakan antara rumah Radakng asli dan replikanya. Rumah Adat ini umumnya dihiasi dengan ukiran kayu menyerupai tameng perang, patung burung, dan tangga kayu gelondongan yang besar dan panjang. Namun, untuk replika yang di pusat-pusat kota biasanya dibangun dengan beton, baru kemudian dilapisi dengan ukiran kayu. Selain itu tangga berbahan kayu gelondongan umumnya tidak difungsikan, akan tetapi dibuatkan tangga beton di bagian belakang bangunan.
Rumah Radakng replika terbesar di Kalimantan saat ini terdapat di Jalan Sutan Syahrir, Kota Baru, Pontianak. Radakng ini memiliki panjang 138 meter dan tinggi 7 meter, dilengkapi dengan 3 buah tangga unik yang terbuat dari kayu bulat yang ditakik.
Replika Rumah Radakng yang diresmikan pada 2013 ini, dan juga rumah-rumah Radakng lainnya umumnya dibangun guna memelihara dan melestarikan kebudayaan Dayak. Sebab, Radakng dan kawasannya sering digunakan sebagai tempat festival budaya, seperti pementasan kesenian dan bazar makanan serta jajanan tradisional.
Rumah Radakng Asli
Sementara itu, rumah adat Radakng asli yang paling tua terletak di Dusun Sahapm, Desa Pahauman, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, sekitar 200 kilometer dari ibu kota Kalimantan Barat, Pontianak. Rumah adat yang dihuni suku Dayak secara turun-temurun ini dibangun pada 1875.
Sejak tahun 1965, terjadi penghancuran rumah adat suku Dayak oleh pemerintah kala itu. Gaya hidup komunal masyarakat Dayak yang tinggal dalam satu rumah Radakng dianggap menyerupai gaya hidup komunis yang dapat mengancam keamanan negara. Situasi diperparah dengan munculnya propaganda pemerintah yang menyatakan hidup bersama di rumah panjang tidak sehat dan bertentangan dengan moral.
Sejak itulah, mulai sulit menemukan rumah panjang, khususnya Radakng di Kalimantan Barat, yang dihuni ratusan keluarga seperti dulu kala. Kalaupun ada, rumah panjang tidak dihuni, tetapi hanya sebagai tempat upacara adat. Bentuk dan panjangnya pun sudah tidak seasli rumah panjang tempo dulu.
Namun Rumah Radakng yang berusia hampir 140 tahun itu hingga kini masih dihuni. Rumah panjang itu tidak kehilangan nilai eksotisnya. Panjangnya hampir 300 meter dengan lebar sekitar 10 meter dan tinggi lantai sekitar 7 meter dari tanah. Rumah ini memiliki 42 bilik yang dihuni sekitar 50 kepala keluarga.
Rumah panjang pada zaman dulu memang didesain tinggi untuk menghindari binatang buas. Apalagi, kala itu binatang buas masih banyak. Dengan rumah yang tinggi, binatang akan sulit naik ke rumah. Desain yang tinggi juga sebagai bentuk pengamanan dari serangan antar sub-suku Dayak pada zaman Ngayau (mencari kepala manusia sesama suku Dayak).
Rumah panjang di Dusun Saham itu terdiri dari teras atau yang disebut pante, ruang tamu atau samik, dan ruang keluarga (kamar) yang rata-rata berukuran 6 x 6 meter. Di ruang tamu terdapat pene, semacam meja berukurang 3 x 3 meter dengan tinggian sekitar 0,5 meter sebagai tempat duduk saat menerima tamu pada zaman dulu. Pene dijadikan tempat untuk berbincang dengan tamu. Kalau tamu menginap di rumah juga menjadi tempat tidur.
Di bagian depan terdapat 42 tangga. Jumlah tangga itu disesuaikan dengan jumlah bilik (kamar) yang ada. Sebab, di rumah panjang itu berlaku kepercayaan, jika penghuni salah satu bilik meninggal, saat pemakaman tidak boleh menggunakan tangga penghuni bilik lain karena dianggap ada sial.
Di bagian belakang rumah panjang terdapat dapur yang disebut masyarakat sekitar uakng mik. Setiap keluarga penghuni rumah panjang memiliki satu dapur untuk memasak. Beberapa bagian rumah panjang, seperti tiang dan lantai, terbuat dari kayu ulin. Pada saat pembuatan dulu, kayu ulin itu dipotong menggunakan alat yang disebut beliung (senjata tajam menyerupai kapak) dan dikerjakan gotong royong oleh penghuni rumah panjang.
Bentuk rumah yang memanjang terjadi secara bertahap. Jika anggota keluarga penghuni rumah panjang menikah atau berkeluarga, akan dibangun bilik yang baru sehingga semakin panjang hingga seperti sekarang.
Meskipun demikian, dalam perkembangannya tidak semua keluarga membangun bilik baru karena tanah datarnya terbatas. Mereka membangun rumah terpisah di sekitar rumah Radakng Sahapm.
Sumber :
- http://travel.kompas.com/read/2014/05/07/0857136/.Radakng.Saham.Rumah.Panjang.yang.Dibangun.pada.1875
- http://www.elingnusantara.com/index.php/arsitektur/13-rumah-adat-radakng
loading...
loading...