Dirancang dengan bentuk memanjang dan tinggi dari permukaan tanah dengan satu tangga tunggal sebagai jalur masuk yang disebut "Hejan", semata-mata bertujuan untuk menghindari serangan musuh (asang/kayau), binatang buas, atau banjir.
Masyarakat suku Dayak Ngaju/Oot Danum mulai menerapkan seni arsitektur pada Rumah Betang di Kalimantan Tengah diperkirakan sekitar abad ke 17-18. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan peninggalan arkeologi serta kajian tentang berbagai aspek budaya suku Dayak Ngaju.
Rumah Betang dibangun oleh beberapa kepala keluarga, biasanya orang bersaudara atau paling tidak mereka memiliki ikatan pertalian darah. Bangunan rumah ini permanen dan sangat kokoh, terbuat dari bahan kayu yang sangat kuat sehingga mampu dipergunakan hingga beberapa generasi.
Bangunan ditopang oleh tiang-tiang besar dan tinggi lantai dari permukaan tanah rata-rata 3 - 4 meter. Bentuk dasar persegi panjang, dibangun memanjang searah dengan aliran sungai menghadap ke arah matahari terbit. Tiang, tongkat penopang lantai, rangka lantai dan papan lantai menggunakan kayu kuat dan tahan lama, yaitu kayu ulin.
Tinggi dinding 2 - 3 meter terbuat dari papan kayu kuat atau kulit kayu jenis tertentu. Rangka atap dari jenis kayu kuat ataupun ulin, berbentuk balok-balok yang lebih besar dibandingkan dengan rumah biasa. Ukuran bahan diupayakan tidak disambung kecuali pada bagian-bagian tertentu. Pemasangan bahan bangunan tidak menggunakan paku, hanya dilekatkan dengan pasak atau pun rotan.
Atap berbentuk pelana dan ditutupi dengan sirap dari kayu ulin. Pintu masuk hanya satu dan langsung menuju ruang khusus yang berfungsi sebagai ruang tamu. Di bagian dalam terdapat gang/lorong memanjang yang mengubungkan setiap kamar dan berakhir menuju pintu belakang ke arah dapur.
Bangunan dapur terletak di belakang bangunan utama yang dihubungkan oleh pelataran terbuka. Bangunan utama biasanya dipisahkan dengan dapur, namun ada juga yang menempel di sisi kiri dan kanan bangunan utama seperti yang terdapat di betang Tumbang Malahoi.
Pintu masuk hanya satu dan tangga khusus yang disebut hejan. Hejan biasanya bertingkat terbuat dari log kayu ulin yang ditakik-takik. Di bagian depan bangunan utama tidak terdapat beranda seperti lamin (long-house) di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sarawak, Sabah dan beberapa betang di aliran Sungai Barito.
Menurut kebiasaan apabila bangunan utama telah berdiri, maka masing-masing pemilik menyelesaikan bagian-bagian yang belum belum tuntas. Keadaan seperti ini dibuktikan dengan adanya bagian bangunan yang tidak lengkap dan pengerjaannya tidak seragam.
Betang terbesar di Kalimantan Tengah dan masih ditempati oleh beberapa kepala keluarga hanya tersisa satu buah yaitu Betang Antang Kalang di Tumbang Gagu di tepi sungai kecil yang bernama Sungai Kalang, pedalaman Kabupaten Kotawaringin Timur.
Sedangkan betang Tumbang Malahoi lebih kecil, hal ini dikarenakan ada beberapa bagian bangunan telah dibongkar.
Betang Konut di Kabupaten Murung Raya, gaya arsitekturnya mewakili betang di Sungai Barito dan mendekati gaya bangunan Lamin di Kalimantan Timur.
Berdasarkan data yang ada, penggunaan ornamen pada bangunan betang di Kalimantan Tengah hampir tidak pernah dijumpai.
Sumber :
- Tulisan Bapak Drs. Kiwok D. Rampai dalam Artikel "Betang Sebuah Karya Arsitektur Dayak Kalimantan Tengah" - http://dadblogprov.blogspot.co.id/2015/04/betang-sebuah-karya-arsitektur-dayak.html
- Gambar Betang Tumbang Gagu dari Blog Folks of Dayak - https://folksofdayak.files.wordpress.com/2013/12/314664_3775914527924_658073163_n.jpg
loading...
loading...