2015/12/21

Mengenal Totok Bakaka, Sistem Persandian Suku Dayak Ngaju

Penggunaan kata sandi pertama kali tercatat pada sekitar tahun 3000 SM. Saat itu kerajaan Babilonia menulis pesan rahasia pada kepala budak yang baru dicukur, lalu menunggu sampai rambutnya tumbuh. Kemudian budak itu dikirim ke tempat yang dituju. Di tempat tujuan, kepala budak itu dicukur kembali untuk mengetahui pesan yang tersembunyi di kepalanya.

Di tanah air, jauh sebelum lahirnya Lembaga Sandi Negara, istilah "sandi" telah mulai dipakai sejak masa kerajaan-kerajaan dahulu. Saat itu, telah muncul istilah "Telik Sandi", "Candra Sengkala" dan lainnya yang sedikit banyak mempunyai hubungan dengan persandian. Demikian halnya di Pulau Borneo, masyarakat suku Dayak Ngaju juga telah mengenal sistem persandian yang disebut "Totok Bakaka".

Mengenal Totok Bakaka, Sistem Persandian Suku Dayak Ngaju

Totok Bakaka

Totok Bakaka adalah sandi atau bahasa isyarat yang pada awalnya hanya dimengerti masyarakat suku Dayak Ngaju. Penggunaan Totok Bakaka sejak jaman dahulu banyak manfaatnya, mulai dari pernyataan perang, minta bantuan saat bahaya, larangan masuk atau melintas, bahkan untuk sekedar menunjukan status sosial dalam masyarakat.

  1. Lunju (Tombak).
    Mengirim Tombak yang telah di-jernang, maksudnya tombak yang diikat dengan rotan yang telah diwarnai merah berarti pernyataan perang.
  2. Lunju Bunu.
    Mengirim Tombak yang pada mata tombaknya telah diberi atau ditandai dengan kapur, berarti mohon bantuan sebanyak mungkin karena bahaya besar sedang mengancam. Contoh : Saat Nyai Undang akan diserang Raja Laut dari Kepulauan Mindanao, Beliau mengirim Lunju Bunu kepada kepada kerabatnya minta bantuan. Cerita tentang kepahlawanan Nyai Undang dapat dibaca di Legenda Nyai Undang dan Pertempuran di Kuta Bataguh.
  3. Abu.
    Mengirim Abu berarti ada rumah terbakar.
  4. Seruas Bambu yang Terisi Air.
    Mengirim Seruas Bambu yang terisi air, berarti pemberitahuan ada seorang yang telah meninggal dunia karena tenggelam, biasanya tanpa menyebutkan nama korban.
  5. Kirim Cawat yang Telah Dibakar Ujungnya.
    Mengirimkan cawat yang ujungnya telah dibakar berarti pemberitahuan bahwa seorang keluarga yang telah berusia lanjut meninggal dunia.
  6. Kirim Telur.
    Mengirim Telur berarti pemberitahuan bahwa telah datang seorang yang berasal dari jauh masuk kampung mereka untuk menjual balanga, tempayan dan tajau. Benda-benda tersebut dianggap istimewa karena memiliki nilai sakral dan menunjukan status sosial dalam masyarakat.
  7. Kinangan (sirih pinang).
    Mengirim kinangan kepada suatu keluarga berarti akan meminang salah satu anak gadis dalam keluarga tersebut. Pengalaman dan pengamatan penulis di Palangka Raya dan sekitarnya, jika ingin meminang seseorang maka pihak yang akan meminang mengirim uang (duit pangumbang) kepada pihak yang dipinang. Jika uang tersebut diterima disertai undangan untuk bertamu guna pembicaraan lebih lanjut itu artinya pinangan diterima, jika uang tersebut dikembalikan maka artinya pinangan ditolak.
  8. Daun Sawang.
    Bila masuk pada suatu kampung dan menjumpai sebuah rumah yang pada pintunya ditemukan daun sawang yang diikat tali dan ditandai dengan kapur sirih, berarti dilarang masuk. Sekalipun hanya sekedar untuk bertamu, sebaiknya urungkan niat memasuki rumah tersebut karena keluarga dalam rumah tersebut sedang berpantang menerima kehadiran siapapun juga mengunjungi rumahnya karena sedang menjalani larangan adat "Hinting Pali".
  9. Salugi.
    Salugi ialah tiang yang terbuat dari bambu runcing, dipasang miring dan merupakan salah satu rambu-rambu lalu lintas belukar. Hal ini menunjukkan bahwa arah miring yang ditunjukan oleh ujung bambu berarti berhati-hati, karena di arah tersebut sedang dipasang "Dondang" yaitu alat perangkap yang digunakan untuk menangkap dan membunuh babi hutan, dan kijang. Bila di kebun buah yang sedang berbuah ditemukan salugi yang telah digaris dengan kapur dan diletakan diantara pohon-pohon buah, berarti larangan memungut buah-buahan yang ada dalam kebun tersebut, karena buahnya akan dinikmati sendiri oleh pemiliknya. Selain menggunakan Tombak Bunu, mengirim salugi juga berarti mohon bantuan, kampung dalam bahaya.

Di era modern sekarang ini, penggunaan Totok Bakaka memang sudah sangat jarang dilakukan, "beruntung" penulis pernah beberapa kali menyaksikan langsung Totok Bakaka berupa Daun Sawang yang diberi kapur sirih dipasang di depan rumah warga dan Salugi penanda dondang (perangkap hewan) saat bekerja daerah hulu Sungai Mentaya belasan tahun silam.


Sumber :


loading...
loading...
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments